Minggu, 24 Februari 2013

Akhlaq Untuk Buah Hati

Akhlaq Untuk Buah Hati

Penyusun: Ummu Aufa
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan disetiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orangtua.

Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana hadist sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta pembantu adalah penanggungjawab atas harta benda majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi pendidikan kepada anak dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”
Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.
Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan, doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian dan doa orangtua atas anaknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dihasankan oleh syaikh Al Albani dalam Shohih dan Dho’if Sunan Abu Daud hadist no. 1536)
Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka.
Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:
“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38)
Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam: “Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. Al Baqoroh: 128)
Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para orangtua tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa mendapatkan sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas, orang yang berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam kepadanya. Adalagi pendapat bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi untuk mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai pendidikan akhlak bagaimana cara mengatur serta memanfaatkan harta yang baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah buah dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati; bersabar tatkala mendapat musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2. Dan tatkala mereka tiada, mereka akan berlomba-lomba untuk mewasiatkan harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai wasiat yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan sesuatu hal yang lebih berharga dari keduanya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman melalui lisan lukman:
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’ Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orangtua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKu-lah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Lukman berkata), ‘Hai anakku sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau dilangit atau didalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjaln dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.’” (QS. Luqman: 13-19)
Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah,
“Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”
Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orangtua obsesikan.
Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:
1. Dengan memberi contoh mengucapkan salam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman dan kalian tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Dan maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu jika kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
2. Memperhatikan etika dalam makan.
Dari umar bin Abu Salamah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadaku,
“Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang paling dekat denganmu.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. Mengajarkan rasa kebersamaan dengan saudara muslim yang lain, misalnya dengan menjenguk orang sakit.
Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima; menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menghadiri undangan dan mendoakan orang yang bersin.” (Muttafaqun ‘alaihi)
4. Mengajarkan kejujuran.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Peganglah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan menunjukan kepada surga. Seseorang selalu jujur dan memelihara kejujuran hingga tercatat di sisi Allah termasuk orang yang jujur. Dan hindarilah dusta karena kedustaan menunjukkan kepada kejahatan dan kejahatan menunjukkan kepada neraka. Seseorang selalu berdusta dan terbiasa berbuat dusta hingga tertulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari Muslim)
Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. Wallohu a’lam bishowab.
Maraji’:
Begini Seharusnya Mendidik Anak -Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa-, karya Al Maghribi bin As Said Al Maghribi
***

Sabtu, 23 Februari 2013

14 Cara Mendidik Anak Secara Islam ala Rasulullah SAW


14 Cara Mendidik Anak Secara Islam ala Rasulullah SAW

Cara Mendidik Anak Secara Islami ala Nabi Muhammad SAW | Cara Nabi Muhammad SAW dalam Mendidik Anak.

Seperti apakah Nabi Muhammad SAW dalam mendidik anak-anaknya ?


Praktik pendidikan Nabi Muhammad SAW pada anak-anaknya dapat di gambarkan di bawah ini:

1. Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).”merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.

2. Ketika ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mut’ah, Nabi Muhammad SAW, sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah ja’far dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh kemarilah anak-anak ja’far. Ketika mereka dating, beliau menciuminya. Sambil meneteskan air mata. Asma bertanya kepada beliau karena telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.

3. “Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan anda menangis? Apakah sudah ada beritayang sampai kepada anda mengenai suamiku Ja’far dan kawan-kawanya?” Beliau menjawab, “Ya benar, mereka hari di timpa musibah.” Air mata beliau mengalir dengan deras. Asma pun menjerit sehingga orang-orng perempuan berkumpul mengerumuninya. Kemudian Nabi Muhammad SAW. kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda, “janganlah kalian melupakan keluarga ja’far, buatlah makanan untuk mereka, kerena sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian ja’far.”

4. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya kemudian menagis. Sebagian sahabat merasa heran karena beliau menangisi orang yang mati syahid di peperangan Mut’ah. Lalu Nabi Muhammad SAW. pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya ini adalah air mata seorang kawan yang kehilangan kawannya.

5. Al-Aqraa bin harits melihat Nabi Muhammad SAW. mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan di sayangi.”

6. Seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad SAW. supaya di doakan dimohonkan berkah dan di beri nama. Anak-anak tersebut di pangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “jangan di putuskan anak yang sedang kencing, buarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.”
Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.

7. Ummu Kholid binti kho;id bin sa’ad Al-Amawiyah berkata, “Aku beserta ayahku menghadap Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Nabi Muhammad SAW. ayahku membentakku, maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas hatimu, Nak!

8. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, “Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).”

9. Nabi Muhammad SAW. melakukan shalat, sedangkan Umamah binti zainab di letakkan di leher beliau. Di kala beliau sujud, Umamah tersebut di letakkanya dan bila berdiri di letakkan lagi dil leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .

10. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan, Rasulullah perna lama sekali sujud. dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau anda sedang menerima wahyu. Nabi Muhammad SAW, menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku di tunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesa-gesahsampai dia puas.” Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhuma

11. Ketika Nabi Muhammad SAW. melewati rumah putrinya, yaitu sayyidah fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia.
Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun dari mimbar dan membawa anak tersebut.

12. Nabi Muhammad SAW. sering bermain-main dngan Zainab binti Ummu Salamah r.a. beliau memanggilnya, “Hai Zuwainib, hai Zuwainib berulang-rulang.”

13. Nabi Muhammad SAW. sering berkunjung ke rumah para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-anaknya serta mengusap kepala mereka.

14. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah SAW. keluar rumah untuk menunaikan shalat ID. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya compang-camping dan kakinya tiada bersandal. Rasulullah SAW, pun mendekatinya , lalu di usap-usap anak itu mendekapya ke dadabeliau seraya bertanya, “mengapa kau menangis, Nak .” Anak itu hanya menjawab, “biarkanlah aku sendiri.” Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW. yang terkenal sebagai pengasih. “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,” lanjut anak itu. “Lalu ibuku kawin lagi. Hartaku habis di makan suami ibuku, lalu aku di usir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih meihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.l”

Baginda Rasulullah SAW. lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, “mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah SAW, pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan di berinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan.
Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, “Tadi kamu menagis, mengapa sekarang bergembira?” jawab anak itu, tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah.” Anak-anak lain bergumam, Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang.” Hari-hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara, oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat.

Semoga Bermanfaat,